CARAPANDANG - Ketua Umum Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) Manik Marganamahendra menilai anak muda harus terlibat aktif dalam penyusunan dan pemantauan kebijakan, termasuk Rencana Aksi Daerah dan penegakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Menurut Manik lewat keterangan di Jakarta, Jumat, hal itu lantaran krisis rokok di kalangan pemuda bukan sekadar isu kesehatan, melainkan persoalan ketimpangan kebijakan dan dominasi industri.
“Indonesia saat ini menjadi negara dengan angka perokok laki-laki dewasa terbesar di dunia. Angka-angka ini tidak akan turun kalau industri tetap bebas membungkus rokok sebagai gaya hidup, sementara kebijakan kita terlalu lambat mengejarnya,” katanya,
Manik pun mengajak jaringan pemuda di berbagai daerah agar menyerukan pengendalian konsumsi rokok dijadikan indikator eksplisit dalam penilaian Indeks Pembangunan Pemuda.
Pasalnya, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat 5,18 juta anak usia 10-18 tahun aktif merokok, dan lebih dari 23 persen pemuda usia 15–24 tahun juga jadi konsumen rokok.
Sementara itu, Project Lead Tobacco Control CISDI Beladenta Amalia menyampaikan 7 dari sepuluh murid sekolah membeli rokok secara eceran, baik saat pertama kali mencoba maupun dalam konsumsi sebulan terakhir.
Yang lebih mencemaskan, imbuh dia, besarnya pengeluaran remaja untuk rokok, yakni antara Rp30 ribu hingga Rp200 ribu per minggu.